Arsip ini menjadi sumber primer yang penting bagi kajian sejarah sekaligus pengingat akan pentingnya menjaga jejak dokumentasi sejarah yang semakin langka.
Lebih dari sekadar ruang arsip, pameran ini diinisiasi sebagai ruang perjumpaan lintas disiplin, melibatkan akademisi, pegiat sejarah, seniman, jurnalis, dan komunitas budaya.
Pendekatan ini diharapkan memperkaya cara pandang terhadap sejarah kota Semarang dan menunjukkan bahwa ingatan sejarah merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak.
“Pameran ini adalah upaya untuk menjaga api kesadaran sejarah agar tetap menyala. Sebab bangsa yang melupakan sejarahnya, bukan hanya kehilangan jalan pulang ke masa lalu, tetapi juga kehilangan arah berangkat ke masa depan,” ungkap Kesit Widjanarko dan Mozes Christian Budiono, tim kuratorial Rumah PoHan, belum lama ini.
Selama pameran berlangsung, publik dapat mengikuti berbagai kegiatan pendukung seperti kelas terbuka sejarah, tur kuratorial, pemutaran film, diskusi arsip, lokakarya batik, serta pertunjukan musik yang merespons tema Pertempuran Lima Hari di Semarang.












